Pages

Friday, April 9, 2010

Hujan sejak perbatasan

Hujan sejak perbatasan

Awalnya rintik rintik,

Hujan seperti ini membuat siapa saja enggan membuka payung atau mengenakan jas, terlalu ribet/repot rasanya.

Begitupula aku yang gak mau repot repot, untuk sekedar minggir sejenak membuka jas yang terselip di jok.

Memang suasana senang atau semangat bisa mengalahkan segalanya,

bahkan angin yang dingin berhembus ke muka dan seluruh tubuh malah terasa asik, padahal itu mungkin membawa penyakit.

Sampai perbatasan kota, kali ini hujan benar-benar deras, bukan rintik rintik lagi.

Akhirnya aku menjadi bagian dari sekian jumlah pengendara yang menepi sejenak untuk mengenakan jas. Tidak untuk memaksakan diri.

Orang lain yang mengendarai kendaraan roda empat mulai menyalakan sweeper,

sedangkan aku mulai sibuk beberapa kali mengusap air yang membasahi muka.

Sempat aku membayangkan duduk di dalam mobil sana, menikmati hujan yang melewati kaca tersapu sweeper berulang teratur sambil menikmati lagu lagu hits atau lagu lagu nostalgia dari mp3 original. Bukan mp3 bajakan yang kubeli di Kota Kembang.

Tapi, saat ini aku sedang asik duduk mengendalikan stang untuk menghindari jalan berlubang yang tertutup genangan air, sesekali saja lampu aku nyalakan, menghindari tekor.

Air yang mulai menembus jas terasa dingin, di tangan, dada, muka hingga kaki yang tergenang air dalam sepatu. Semoga saja air hujan yang mulai menembus tidak merusak catatanku yang selalu ku bawa bawa, pikirku.

Dalam kondisi hujan deras dengan jalan yang banjir aku hanya berharap selamat sampai ditujuan, bukan cepat sampai tujuan.

Untuk segala rasa syukurku lebih dalam, menikmati ini, dengan motor tua ku.

Kini aku duduk di parkiran, melepaskan sepatu dan memandangi air hujan yang menguap di atas mesin dan knalpot yang masih panas.

Gusti nu Agung, aku bersyukur untuk hari ini dan hari hari yang lalu.


Bandung, 9 April 2010