Pages

Friday, September 17, 2010

Gara gara ikut gladik resik wisuda

 

Menunggu hujan reda menjelang magrib

 

Gara gara ikut gladik resik wisuda saya beli batik, seingat saya batik pertama yang saya pakai, akhir tahun 2005.  Sebelum sebelumnya belum pernah memakai batik, jadi otomatis gak punya baju batik satu pun.  Saat itu memakai batik menurut saya aneh saja bagi anak anak muda, jadi bukan anti bantik seperti kisah Mbah Jaya Perkasa yang cadu (anti) pakai batik bahkan bertemu orang yang memakai batik sekalipun, hingga untuk mengunjungi makamnya saja dilarang kita mengenakan batik.  Lagian saya kan hidup jamannya millennium dan tidak ada latar belakang seperti kisah Mbah Jaya Perkasa berperang (kisah perseteruaan antara kerajaan Sumedanglarang dengan Cirebon dengan latar belakang Putri Harisbaya).

 

Baju batik pertama dan lama juga pertama mendadak dibeli di toko yang ada di daerah Merdeka Bogor, ukurannya pun kebesaran, tetapi untuk dipakai sehari gak apa apa lah.  Saya saat itu tidak sampai menanyakan kenapa gladi resik wisuda harus memakai batik. Apakah pakemnya sudah begitu.  Apakah kalau tidak memamai batik akan dihukum atau lain sebagainya. Jadi dari pada repot repot berpikir merubah pakem dan merusak tradisi ritualnya prosesi gladi resik wisuda yang sekedar sesi yang masih kuingatnya (menempel di memori) hanya foto foto, lebih baik saya terpaksa beli batik, duitnya minta ortu.

 

Nah akhirnya batik pertama saya miliki dan sekali kalinya dalam jangka waktu yang lama pula gak pernah dipakai pakai lagi.  Sekarang tinggal sepatunya, karena tidak pas kalau atasan pakai batik masa sepatunya model cats (?), seingat saya sejak tingat taman kanak kanak sekalipun saya belum pernah mengenakan sepatu resmi model pentopel, dan untuk ukuran mendadak membeli sepatu model begini bukan harga yang murah.  Akhirnya untuk sepatunya saya putuskan meminjam, masih ingat sepatu yang saya pinjam miliknya teman sekamar ngekost yang kebetulan sudah duluan wisuda, kaka kelas Jurusan Kehutanan. Merek sepatunya masih ingat, lumayan terkenal yaitu Yongki Kamanadeui (diplesetin) nomor nya 1 nomor lebih besar dari ukuran sepatu yang biasa saya pakai, sedikit longgar, tapi gak apa apa lah. 

 

Jadi lengkap sudah atribut saya untuk mengikuti gladi resik wisuda saat itu, satu diantara ribuan wisudawan dan wisudawati dengan kisah batik dan sepatunya masing-masing.  To Mbah Jaya Perkasa patih kerarajaan sunda terakhir seandainya saya keturunanmu izinkan saya memakai batik, sejak saat itu hingga kini, tetapi tidak jika ketika suatu saat nanti saya ziarah ke pusaramu.

 

Salam hangat.

 

Bandung, 17 September 2010

 

 

 

2 comments: